NYATA, katanya..
Untuk keluargaku di rumah dan untuk
mereka yang merasa di perlakukan tidak adil..
Katanya keluarga adalah tempat di
mana kita tinggal, tempat di mana kita mengaduh.
Tempat hangat di mana kita mendapat
kasih sayang tulus dari orangtua.
Tempat yang seharusnya menjadi
naungan bagi kita.
Katanya keluarga adalah teman saat
kita sendiri.
Tempat meluangkan segala amarah saat
kita terpuruk.
Katanya keluarga adalah rasa penuh
cinta tak pernah memandang kasta.
Katanya keluarga menjadi pelindung
saat kita tersakiti.
Menjadi pengobat saat kita terluka.
Katanya keluarga menjadi tempat
paling aman saat kita harus sembunyi dari buruknya dunia.
Saat dunia kejam menipu, saat
matahari tak lagi bersahabat.
Katanya keluarga adalah surga bagi
penghuninya.
Katanya selama nggak punya teman
asal punya keluarga kita masih bahagia.
Katanya keluarga adalah segalanya.
Tapi bukankah segalanya tak berarti
selamanya?
Katanya keluarga adalah orang yang
paling mengerti dan memahami kita.
Katanya keluarga adalah orang yang
akan selalu menjaga kita dnegan penuh cinta.
Katanya keluarga adalah hal paling berharga
yang harus kita jaga.
Katanya keluaraga merupakan kado
terindah dari Yang Maha Kuasa.
Katanya keluarga adalah tempat kita
mengadu dan mengeluh.
Katanya keluarga adalah tempat
mencurahkan isi hati.
Katanya keluarga adalah tempat kita
dapat tenang.
Nyatanya, keluarga hanya menjadi
tempat pembeda antara aku dan dia.
Nyatanya, keluarga hanya bisa
membicarakan tentang keburukanku semata.
Nyatanya, keluarga hanya
menjadikanku semakin terpuruk.
Nyatanya, keluarga tak pernah
mendengar apa yang aku keluhkan.
Nyatanya, keluarga hanya akan membuatku
menangis dan semakin menangis.
Nyatanya, keluarga tak ada bedanya
dengan mereka yang menyakitiku.
Nyatanya, keluarga bukan menjadi
tempat persinggahanku.
Nyatanya, aku tak pernah merasa aman
dan damai tinggal bersama keluarga.
Nyatanya, mereka tak pernah
mengertiku bahkan untuk sekedar menenangkanku.
Nyatanya, mereka terus menyakitiku.
Nyatanya, mereka terus menanam api
dalam hatiku.
Nyatanya, di matanya aku selalu
berbeda.
Nyatanya, di pendengarannya aku
selalu tak didengar.
Nyatanya, di ucapannya aku selalu
salah.
Nyatanya, aku lelah dengan hidup
ini.
Mengapa harus ada hidup kalau
nyatanya seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar