Senin, 27 Oktober 2014

Apa Kabar Sakaku?



Tak seperti biasa, mendung kali ini begitu pekat. Tapi masih sama, membawa cerita yang tak bermakna. Malas rasanya menghabiskan sisa-sisa pulang sekolah masih tetap berada di sekolah. Memang awalnya bukan pilihanku disini. Tapi apa boleh buat, terkadang apa yang kupikirkan harus kutepis terlebih dahulu dari apa yang dipikirkan oleh orang lain tentang yang kupikir. Jam tanganku menunjukkan pukul 4 sore lewat 15 menit. Tapi gerimispun tak kunjung usai.
            Setiap tetes gerimis itupun membawa cerita baru yang sulit terkisahkan. Kadang aku mencoba menebak cerita apa yang dibawakan oleh sang bayu dari Sang Maha Kuasa, namun naluriku sebagai wanita memang sangat sulit dihadapkan pada dilema seperti ini. Hatiku sering berkecamuk sendiri tanpa jelas arahnya kemana. Seperti hari-hari ini. Hari-hariku sepi, tak ada lagi semangat itu sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi.
            Ya, dia ! Sosok bertubuh tinggi semampai, berparas maskulin dan tahi lalat dipipinya yang nggak akan pernah bisa membuatku lupa dengan segala hal dan kenangan yang pernah kulalui bersamanya. Memang benar masa lalu adalah kenangan dan masa kini adalah kenyataan. Tapi apakah aku salah jika aku masih mengharapkan? Masih menunggunya meski aku sendiri tahu dia tak lagi menungguku. Masih tetap menjadi Nadia yang dulu. Nadia yang tetap mencintai dan mencintai Saka tanpa kenal apa itu cinta sendiri.
            Masih kuingat betul ketika tiga tahun yang lalu kutemui dia di Sekolah Menengah Pertamaku. Dia yang jarang bicara dan tersenyum hanya menoleh saat kulihat ataupun saat teman-temannya memojokkan dia ketika aku melintas didepannya. Dia begitu apa adanya dengan gayanya yang dingin dan sok nggak peduli. Tapi hal itu yang membuat banyak orang menyukainya. Memang dia terlihat acak-acakkan, bahkan bisa dikatakan tak pernah berdandan, tapi sekali lagi aku katakan dia apa adanya.
            Dulu aku belum mengerti apa itu cinta, apa itu sayang. Meski teman-teman sebayaku sering menyebut kata-kata itu dan apalagi ditambah dengan tontonan sinetron yang sering mereka lihat, merekaa berkali-kali mengungkit kata itu. Tapi aku belum juga memahami. Aku hanya merasa nyaman berada di dekat Saka. Meski berjam-jam kita duduk berdua tak ada sepatah kata yang terucap. Mungkin karena dia masih merasa canggung.
            Lima Januari 2011, setelah selesai rapat osis. Via, yang tak lain sahabat Saka mengagetkanku dari belakang. Mereka selalu kompak dalam segala hal, dan terkadang aku merasa cemburu gila dibuatnya. Meski aku sendiri pun belum tahu jelas cemburu itu seperti apa. Aku hanya merasa dada ini semakin sesak tatkala melihat mereka berangkat atau pulang sekolah berdua, atau hanya sekedar makan di kantin berdua. Mereka memang sekelas.
“Dapat salam loh dari Saka, katanya salam sayang buat Nadia. Hahaha..” kata Via sambil menepuk bahuku.
“Hah? Masak iya, salam balik deh.” Imbuhku menimpalinya. Akupun sempat tak percaya dengan yang dikatakan Via, karena Via sendiri memang doyan bercanda. Hingga sepulang dari itu kutanyakan langsung ke Saka lewat SMS. Dan ternyata yang dikatakan Via memang benar. Aku masih belum mengerti rasa apa ini.
            Tujuh Belas Januari 2011, dia menemuiku dikoridor sekolah. Wajahnya berseri-seri seperti ada kebahagiaan yang ia sembunyikan. Dia berlari kearahkau. Akupun menymbutnya. Dia tak seperti biasa, dia banyak senyum hari itu.
“Nad, ada yang mau aku bicarakan denganmu.” Kata Saka serius.
“Oh ya? Memang ada apa Sak?” jawabku polos.
“Aku tahu ini terlalu mendadak, tapi aku juga nggak bisa menahannya lebih lama lagi.”
“Memang Saka mau bicara apa?” hatiku semakin tak menentu.
“Aku suka kamu Nad, kamu berbeda.”
“Hahaha, kamu suka aku? Apa aku nggak salah dengar?” kataku mencoba meyakinkan lagi pendengaranku.
“Nggak Nad, ini datangnya dari sini. Iya dari hati ini. Aku nggak bisa bohong.”
“Iya aku mengerti Saka, tapi mengertilah juga kita masih kelas 2 SMP. Dan aku nggak mau merusak masa depan kita masing-masing. Aku juga menyukaimu. Tapi terlebih itu, kita hanya berteman. Aku tak ingin ada istilah pacaran.” Jawabku kepadanya.
“Iya aku mengerti, setidaknya hari ini adalah hari pertama kita. Meskipun kita tak pacaran.”
“Baiklah, mungkin itu juga baik. Ayo kita pulang.”
Sepanjang perjalanan, rasanya jam berputar pelan sekali. Yang biasanya 30 menit baru sampai rumah, kali ini 10 menit udah sampai dirumah. Mungkin karena diantar Saka pulang jadi waktu selama apapun tetap terasa cepat. Hari yang indah.
            Hari demi hari berjalan indah dan manis. Kita main-main ketmpat yang indah. Mengerjakan tugas bersama. Apapun kita lakukan bersama. Rasanya tanpa beban. Bulan pertama masih indah, melalui hari-hari di sekolah bersama. Bulan kedua dan ketigapun juga masih indah. Menginjak bulan keempat dimulai berubah. Dia menjadi sosok yang menjengkelkan. Tak pernah ada disetiap aku butuhin. Dia melupakan hari jadi kita dan hari ulang tahunku. Memang awalnya aku yangmemintanya untuk tak pacaran, namun seiring berjalannya waktu aku semakin takut kehilangannya.
            Oh Tuhan, mungkinkah ini cinta? Tapi terlalu cepat untukku merasakan nikmat-Mu yang sunguh luar biasa ini. Aku pasti menjaganya Tuhan, begitupun dia. Sama seperti janjiku kepada-Mu Tuhan.
            Dua puluh dua April 2011, hari ini adalah hari jadiku Tuhan. Tapi seolah dia melupakan hari ini. Bahkan dia tak mengingatnya sekalipun aku memberitahunya. Aku hanya diam. Hanya merayakan bersama teman-teman. Dia tak ada disini. Tapi aku tetap pada pendirianku, dia adalah sebagian dari semangat hidupku. Dia taka kan pernah terganti meskipun dia melupakan smeua hari indah kita. Dia tetap menjadi sosok yang indah buat aku. Selalu ceria bahkan saat-saat sulit sekalipun. Dia adalah tempat kuluapkan semua emosiku. Tempatku menyandarkan satu bahuku ketika aku kehilangan asa. Tempatku menguatkan hati yang kadang menghimpit.
            Tujuh belas Juli 2011 hari dimana aku menyiapkan segala hal untuk sekedar mengucapkan “Happy Annyversary for us”. Tapi dia pun tak menganggapnya.
“Happy Anniversary for you..” ucap seseorang dari belakangku. Aku berharap-harap cemas, pasti itu Saka. Dia tak akan melupakan semua tentang kita. Aku pun menoleh. Dan ternyata itu bukan Saka. Yang mengucapkan hanyalah teman-temanku. Saka, kamu diimana? Rintihku dalam hati. “Oh iya, terimakasih Ta.” Jawabku singkat hanya dengan senyum kecil. Hari itu sekolah sepi, itu yang kurasakan tanpa dia. Ternyata hari Saka tidak masuk sekolah. Ku coba menghubunginya berkali-kali tetap tidak bisa.
            Sebulan masih tanpa kabar Saka. Enam bulan terindah. Hanya inikah Tuhan? Tidak. Aku telah berjanji menjaganya. Menjadi pelengkap sekaligus pelindungnya. Tapi mengapa aku tak menemui dia. Mengapa dia terus menghindariku. Apakah ada yang salah denganku? Akupun terus memendam perasaan kecewaku kepadanya. Dia benar-benar lupa.
            Mungkin akan ada benarnya sebuah janji tak perlu ditepati. Tapi hati belum mampu meningglkan sosoknya yang kalem dan berwibawa.
            Tujuh belas Januari 2012 masih ingat seharusnya aku merayakan hari jadiku yang pertama bersamanya. Ya, ditempat yang sama dengan suasana yang sama pula aku menunggunya. Setelah enam bulan tanpa kabar jelas tentangnya. Alunan musik melow menambah kegalauanku saat itu. Tiba-tiba sosok bertubuh tinggi berdiri dihadapanku. Akupun mendongakkan kepalaku ke atas. Dan itu Saka. Iya Saka menepati janjinya. Dia kembali.
“Saka?” kataku setengah tak percaya.
“Iya, maaf aku membuatmu menunggu terlalu lama.” Jawabnya sambil duduk di sebelahku.
“Tak apa, lupakan saja.” Ucapku, meski sebenarnya sulit melupakan itu.
“Kamu sedang apa di sini?” katanya polos. Dan jleeebb.. rasanya hatiku tertusuk ribuan jarum. Masihkah dia menanyakan hal itu? Apakah dia benar-benar lupa tempat ini dan hari ini?
“Nggak papa, aku hanya ingin duduk saja disini.” Jawabku mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya air mataku sudah akan menetes tapi tetap saja kucoba tahan agar dia tak jga merasakan kepedihanku.
            Sejak saat itu kembalilah dia untukku. Dia menjadi Saka yang dulu, selalu ceria bahkan konyol. Setahun berlalu dengannya. Hingga di penghujung 2012 dia masih bersamaku. Melewati segala kenangan dengan indah dan tawa. Dia begitu asyik dan menenangkan. Tak salah jika aku merasa nyaman berada disampingnya. Dialah penjaga hatiku yang akan bersamaaku mengarungi cinta bersamaa pada saat nantinya dan pada saat waktu yang tepat pula.
            Namun, mengapa tak bertahan lama? Hanya setelah anniversary kedua dia tak lagi ada kabar. Mungkinkah dia menjauhiku sama seperti dulu?
“Nad, ada kabar baru buat kamu.” Kata Via teman dekat Saka.
“Tentang apa?” kataku
“Saka.”
“Ada apa dengan Saka? Aku sudah tak bersamanya.”
“Iya karena itu. Dia sekarang sudah jadian sama Novi teman kita.”
“Hah, apa katamu? Benarkah?” ungkapku sedikit tak percaya. Rasanya hatiku teriris lebih dari ribuan pisau menyayat hatiku.
Secepat itukah dia melupakanku? Kataku dalam hati. Akupun tak berani menanyakan kebenaran itu kepadanya. Semuanya kuserahkan kepada-Mu Tuhan.
            Saat di kantin aku bertemu dengannya. Tak ada lagi senyuman yang biasa ia berikan. Yang ada hanya hening. Dia menatapku seolah ad yang ingin dia katakan. Tapi entahlah. Mengpa sedemikian rumit tentang hubungan kita. Sudahkah tak ada ruang untukku di hatimu? Aku mencintaimu Saka, jauh lebih dulu dari pada Novi. Mengapa harus dia yang berada di dekatmu sekarang. Kepada siapa aku luapkan emosi ini. Tak ada lagi tempat sandaran itu.
            Juli 2012, saat semua kenangan di putih biru tak ada lagi. Ketika aku bersamanya memutuskan untuk melanjutkan sekolah yang berbeda. Entahlah apa yang ada dipikiranku. Mengapa begitu berat melupakannya. Atau mungkin cinta ini terlalu besar buatnya?
            September 2012....
“Happy birthday for you.” Satu pesan kukirimkan kenomor yang tak lain adalah nomor Saka.
Namun sekali lagi aku harus lebih kuat untuk menyeka air mata yang tak kunjung habis.
Melupakan. Ya, aku harus lebih kuat dari padanya. Aku punya teman-teman baru di sini. Dan mungkin dia juga bahagia dengan teman-teman barunya. Meski kenyataannya hati ini terlalu pahit untuk merasakan ketidaknyamanan saat tanpa dia. Dia yang menghangatkan lebih dari yang aku mau. Sekali lagi, dia nggak pernah berubah.
            Sebulan aku tetap menunggunya. Meski sebenarnya sulit ketika harus menakui bahwa aku masih sangat membutuhkannya. Bahwa aku masih menunggunya, masih mengharapkan cintanya. Aku masih ingat betul ketika aku menemuinya di tempat biasa kita bertemu. Ketika aku dan dia makan kue yang sengaja aku bawakan buat dia.
“Makasih buat segalanya.” Katanya singkat.
“Iya, aku selalu sayang kamu Saka.” Jawabku penuh harap darinya.
Namun dia sama sekali tak membalas apa yang kukatakan sebelumnya. Apa ada yang salah ketika aku mulai menyukai seseorang. Apa ada yang salah dengan perasaan yang tiba-tiba berkecamuk di dadaku. Apa ada yang salah saat aku mulai merindukan seseorang yang kuanggap penting daam hidupku. “Saka.................” teriakku saat perjalanan pulang. Saat itu dia menggenggam erat tanganku seakan tak ingin kita berpisah.
            Aku terus menunggumu Saka. Tak tahu sampai kapan hati ini akan berujung. Entah pada akhirnya nanti aku mndapatkanmu atau tidak. Aku merindukan sosokmu yang dulu. Sangat merindukanmu. Tidak ingatkah kamu saat kita dulu tertaa bersama. Melalui hari-hari bersama.
            Kini, seharusnya kita merayakan hari jadi kita yang ketiga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar