Tak
seperti biasa, mendung kali ini begitu pekat. Tapi masih sama, membawa cerita
yang tak bermakna. Malas rasanya menghabiskan sisa-sisa pulang sekolah masih
tetap berada di sekolah. Memang awalnya bukan pilihanku disini. Tapi apa boleh
buat, terkadang apa yang kupikirkan harus kutepis terlebih dahulu dari apa yang
dipikirkan oleh orang lain tentang yang kupikir. Jam tanganku menunjukkan pukul
4 sore lewat 15 menit. Tapi gerimispun tak kunjung usai.
Setiap tetes gerimis itupun membawa cerita
baru yang sulit terkisahkan. Kadang aku mencoba menebak cerita apa yang
dibawakan oleh sang bayu dari Sang Maha Kuasa, namun naluriku sebagai wanita
memang sangat sulit dihadapkan pada dilema seperti ini. Hatiku sering
berkecamuk sendiri tanpa jelas arahnya kemana. Seperti hari-hari ini.
Hari-hariku sepi, tak ada lagi semangat itu sebelum akhirnya dia memutuskan
untuk pergi.
Ya, dia ! Sosok bertubuh tinggi
semampai, berparas maskulin dan tahi lalat dipipinya yang nggak akan pernah
bisa membuatku lupa dengan segala hal dan kenangan yang pernah kulalui
bersamanya. Memang benar masa lalu adalah kenangan dan masa kini adalah
kenyataan. Tapi apakah aku salah jika aku masih mengharapkan? Masih menunggunya
meski aku sendiri tahu dia tak lagi menungguku. Masih tetap menjadi Nadia yang
dulu. Nadia yang tetap mencintai dan mencintai Saka tanpa kenal apa itu cinta
sendiri.
Masih kuingat betul ketika tiga
tahun yang lalu kutemui dia di Sekolah Menengah Pertamaku. Dia yang jarang
bicara dan tersenyum hanya menoleh saat kulihat ataupun saat teman-temannya
memojokkan dia ketika aku melintas didepannya. Dia begitu apa adanya dengan
gayanya yang dingin dan sok nggak peduli. Tapi hal itu yang membuat banyak
orang menyukainya. Memang dia terlihat acak-acakkan, bahkan bisa dikatakan tak
pernah berdandan, tapi sekali lagi aku katakan dia apa adanya.
Dulu aku belum mengerti apa itu
cinta, apa itu sayang. Meski teman-teman sebayaku sering menyebut kata-kata itu
dan apalagi ditambah dengan tontonan sinetron yang sering mereka lihat, merekaa
berkali-kali mengungkit kata itu. Tapi aku belum juga memahami. Aku hanya
merasa nyaman berada di dekat Saka. Meski berjam-jam kita duduk berdua tak ada
sepatah kata yang terucap. Mungkin karena dia masih merasa canggung.
Lima Januari 2011, setelah selesai
rapat osis. Via, yang tak lain sahabat Saka mengagetkanku dari belakang. Mereka
selalu kompak dalam segala hal, dan terkadang aku merasa cemburu gila
dibuatnya. Meski aku sendiri pun belum tahu jelas cemburu itu seperti apa. Aku
hanya merasa dada ini semakin sesak tatkala melihat mereka berangkat atau
pulang sekolah berdua, atau hanya sekedar makan di kantin berdua. Mereka memang
sekelas.
“Dapat salam
loh dari Saka, katanya salam sayang buat Nadia. Hahaha..” kata Via sambil
menepuk bahuku.
“Hah? Masak
iya, salam balik deh.” Imbuhku menimpalinya. Akupun sempat tak percaya dengan
yang dikatakan Via, karena Via sendiri memang doyan bercanda. Hingga sepulang
dari itu kutanyakan langsung ke Saka lewat SMS. Dan ternyata yang dikatakan Via
memang benar. Aku masih belum mengerti rasa apa ini.
Tujuh Belas Januari 2011, dia
menemuiku dikoridor sekolah. Wajahnya berseri-seri seperti ada kebahagiaan yang
ia sembunyikan. Dia berlari kearahkau. Akupun menymbutnya. Dia tak seperti
biasa, dia banyak senyum hari itu.
“Nad, ada yang
mau aku bicarakan denganmu.” Kata Saka serius.
“Oh ya? Memang
ada apa Sak?” jawabku polos.
“Aku tahu ini
terlalu mendadak, tapi aku juga nggak bisa menahannya lebih lama lagi.”
“Memang Saka
mau bicara apa?” hatiku semakin tak menentu.
“Aku suka kamu
Nad, kamu berbeda.”
“Hahaha, kamu
suka aku? Apa aku nggak salah dengar?” kataku mencoba meyakinkan lagi
pendengaranku.
“Nggak Nad, ini
datangnya dari sini. Iya dari hati ini. Aku nggak bisa bohong.”
“Iya aku
mengerti Saka, tapi mengertilah juga kita masih kelas 2 SMP. Dan aku nggak mau
merusak masa depan kita masing-masing. Aku juga menyukaimu. Tapi terlebih itu,
kita hanya berteman. Aku tak ingin ada istilah pacaran.” Jawabku kepadanya.
“Iya aku
mengerti, setidaknya hari ini adalah hari pertama kita. Meskipun kita tak
pacaran.”
“Baiklah,
mungkin itu juga baik. Ayo kita pulang.”
Sepanjang
perjalanan, rasanya jam berputar pelan sekali. Yang biasanya 30 menit baru
sampai rumah, kali ini 10 menit udah sampai dirumah. Mungkin karena diantar
Saka pulang jadi waktu selama apapun tetap terasa cepat. Hari yang indah.
Hari demi hari berjalan indah dan
manis. Kita main-main ketmpat yang indah. Mengerjakan tugas bersama. Apapun
kita lakukan bersama. Rasanya tanpa beban. Bulan pertama masih indah, melalui
hari-hari di sekolah bersama. Bulan kedua dan ketigapun juga masih indah.
Menginjak bulan keempat dimulai berubah. Dia menjadi sosok yang menjengkelkan.
Tak pernah ada disetiap aku butuhin. Dia melupakan hari jadi kita dan hari
ulang tahunku. Memang awalnya aku yangmemintanya untuk tak pacaran, namun
seiring berjalannya waktu aku semakin takut kehilangannya.
Oh Tuhan, mungkinkah ini cinta? Tapi
terlalu cepat untukku merasakan nikmat-Mu yang sunguh luar biasa ini. Aku pasti
menjaganya Tuhan, begitupun dia. Sama seperti janjiku kepada-Mu Tuhan.
Dua puluh dua April 2011, hari ini
adalah hari jadiku Tuhan. Tapi seolah dia melupakan hari ini. Bahkan dia tak
mengingatnya sekalipun aku memberitahunya. Aku hanya diam. Hanya merayakan
bersama teman-teman. Dia tak ada disini. Tapi aku tetap pada pendirianku, dia
adalah sebagian dari semangat hidupku. Dia taka kan pernah terganti meskipun
dia melupakan smeua hari indah kita. Dia tetap menjadi sosok yang indah buat
aku. Selalu ceria bahkan saat-saat sulit sekalipun. Dia adalah tempat kuluapkan
semua emosiku. Tempatku menyandarkan satu bahuku ketika aku kehilangan asa.
Tempatku menguatkan hati yang kadang menghimpit.
Tujuh belas Juli 2011 hari dimana
aku menyiapkan segala hal untuk sekedar mengucapkan “Happy Annyversary for us”.
Tapi dia pun tak menganggapnya.
“Happy
Anniversary for you..” ucap seseorang dari belakangku. Aku berharap-harap
cemas, pasti itu Saka. Dia tak akan melupakan semua tentang kita. Aku pun
menoleh. Dan ternyata itu bukan Saka. Yang mengucapkan hanyalah teman-temanku.
Saka, kamu diimana? Rintihku dalam hati. “Oh iya, terimakasih Ta.” Jawabku
singkat hanya dengan senyum kecil. Hari itu sekolah sepi, itu yang kurasakan
tanpa dia. Ternyata hari Saka tidak masuk sekolah. Ku coba menghubunginya
berkali-kali tetap tidak bisa.
Sebulan masih tanpa kabar Saka. Enam
bulan terindah. Hanya inikah Tuhan? Tidak. Aku telah berjanji menjaganya.
Menjadi pelengkap sekaligus pelindungnya. Tapi mengapa aku tak menemui dia.
Mengapa dia terus menghindariku. Apakah ada yang salah denganku? Akupun terus
memendam perasaan kecewaku kepadanya. Dia benar-benar lupa.
Mungkin akan ada benarnya sebuah
janji tak perlu ditepati. Tapi hati belum mampu meningglkan sosoknya yang kalem
dan berwibawa.
Tujuh belas Januari 2012 masih ingat
seharusnya aku merayakan hari jadiku yang pertama bersamanya. Ya, ditempat yang
sama dengan suasana yang sama pula aku menunggunya. Setelah enam bulan tanpa
kabar jelas tentangnya. Alunan musik melow menambah kegalauanku saat itu. Tiba-tiba
sosok bertubuh tinggi berdiri dihadapanku. Akupun mendongakkan kepalaku ke
atas. Dan itu Saka. Iya Saka menepati janjinya. Dia kembali.
“Saka?” kataku
setengah tak percaya.
“Iya, maaf aku
membuatmu menunggu terlalu lama.” Jawabnya sambil duduk di sebelahku.
“Tak apa,
lupakan saja.” Ucapku, meski sebenarnya sulit melupakan itu.
“Kamu sedang
apa di sini?” katanya polos. Dan jleeebb.. rasanya hatiku tertusuk ribuan
jarum. Masihkah dia menanyakan hal itu? Apakah dia benar-benar lupa tempat ini
dan hari ini?
“Nggak papa,
aku hanya ingin duduk saja disini.” Jawabku mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya
air mataku sudah akan menetes tapi tetap saja kucoba tahan agar dia tak jga
merasakan kepedihanku.
Sejak saat itu kembalilah dia
untukku. Dia menjadi Saka yang dulu, selalu ceria bahkan konyol. Setahun
berlalu dengannya. Hingga di penghujung 2012 dia masih bersamaku. Melewati
segala kenangan dengan indah dan tawa. Dia begitu asyik dan menenangkan. Tak
salah jika aku merasa nyaman berada disampingnya. Dialah penjaga hatiku yang
akan bersamaaku mengarungi cinta bersamaa pada saat nantinya dan pada saat
waktu yang tepat pula.
Namun, mengapa tak bertahan lama?
Hanya setelah anniversary kedua dia tak lagi ada kabar. Mungkinkah dia
menjauhiku sama seperti dulu?
“Nad, ada kabar
baru buat kamu.” Kata Via teman dekat Saka.
“Tentang apa?”
kataku
“Saka.”
“Ada apa dengan
Saka? Aku sudah tak bersamanya.”
“Iya karena
itu. Dia sekarang sudah jadian sama Novi teman kita.”
“Hah, apa
katamu? Benarkah?” ungkapku sedikit tak percaya. Rasanya hatiku teriris lebih
dari ribuan pisau menyayat hatiku.
Secepat itukah
dia melupakanku? Kataku dalam hati. Akupun tak berani menanyakan kebenaran itu
kepadanya. Semuanya kuserahkan kepada-Mu Tuhan.
Saat di kantin aku bertemu
dengannya. Tak ada lagi senyuman yang biasa ia berikan. Yang ada hanya hening.
Dia menatapku seolah ad yang ingin dia katakan. Tapi entahlah. Mengpa
sedemikian rumit tentang hubungan kita. Sudahkah tak ada ruang untukku di
hatimu? Aku mencintaimu Saka, jauh lebih dulu dari pada Novi. Mengapa harus dia
yang berada di dekatmu sekarang. Kepada siapa aku luapkan emosi ini. Tak ada
lagi tempat sandaran itu.
Juli 2012, saat semua kenangan di
putih biru tak ada lagi. Ketika aku bersamanya memutuskan untuk melanjutkan
sekolah yang berbeda. Entahlah apa yang ada dipikiranku. Mengapa begitu berat
melupakannya. Atau mungkin cinta ini terlalu besar buatnya?
September 2012....
“Happy birthday
for you.” Satu pesan kukirimkan kenomor yang tak lain adalah nomor Saka.
Namun sekali
lagi aku harus lebih kuat untuk menyeka air mata yang tak kunjung habis.
Melupakan. Ya,
aku harus lebih kuat dari padanya. Aku punya teman-teman baru di sini. Dan
mungkin dia juga bahagia dengan teman-teman barunya. Meski kenyataannya hati
ini terlalu pahit untuk merasakan ketidaknyamanan saat tanpa dia. Dia yang
menghangatkan lebih dari yang aku mau. Sekali lagi, dia nggak pernah berubah.
Sebulan aku tetap menunggunya. Meski
sebenarnya sulit ketika harus menakui bahwa aku masih sangat membutuhkannya.
Bahwa aku masih menunggunya, masih mengharapkan cintanya. Aku masih ingat betul
ketika aku menemuinya di tempat biasa kita bertemu. Ketika aku dan dia makan
kue yang sengaja aku bawakan buat dia.
“Makasih buat
segalanya.” Katanya singkat.
“Iya, aku
selalu sayang kamu Saka.” Jawabku penuh harap darinya.
Namun dia sama
sekali tak membalas apa yang kukatakan sebelumnya. Apa ada yang salah ketika
aku mulai menyukai seseorang. Apa ada yang salah dengan perasaan yang tiba-tiba
berkecamuk di dadaku. Apa ada yang salah saat aku mulai merindukan seseorang
yang kuanggap penting daam hidupku. “Saka.................” teriakku saat
perjalanan pulang. Saat itu dia menggenggam erat tanganku seakan tak ingin kita
berpisah.
Aku terus menunggumu Saka. Tak tahu
sampai kapan hati ini akan berujung. Entah pada akhirnya nanti aku mndapatkanmu
atau tidak. Aku merindukan sosokmu yang dulu. Sangat merindukanmu. Tidak
ingatkah kamu saat kita dulu tertaa bersama. Melalui hari-hari bersama.
Kini, seharusnya kita merayakan hari
jadi kita yang ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar