Kamis, 15 Januari 2015

Buah Do’a dan Usaha



“Mimpi bukan suatu hal mustahil untuk terwujud. Hanya saja jika kau terlalu banyak bermimpi namun kau tak berusaha akan hal mimpimu itu, kau bagai mengukir di atas air. Sia-sia.”           
Udara pagi menyambut ramah di sudut rumah kecil berdindingkan bambu di seberang jalan utara perkampungan itu. Sederhana hanya itulah kesan pertama untuk rumah itu. Seorang anak kecil seusia 9 tahun menenteng tas punggung dan kemudian membungkuk sambil mengencangkan tali sepatunya barang kali sepatu usangnya mulai rusak sehingga ia harus memastikan semuanya baik saat ia kenakan. Telah ia mantabkan jiwa dan raganya untuk melaju bersama teman-temannya di sekolah yang 3 tahun ini menjadi tempatnya menimba ilmu.
Tak terlihat sosok orangtua dalam rumah tersebut. Ia hanya berjalan mengikuti teman-teman yang lain. Tak berapa lama kemudian telah sampailah ia di depan gerbang sekolah. Seorang guru wanita yang kala itu mengenakan seragam cream dan jilbab yang selaras dengan seragamnya menghampiri gadis kecil dan teman-temannya itu.
“Selamat pagi, sudah siap untuk belajar?” katanya ramah sambil memberi senyum untuk anak-anak itu.
“Sudah Bu, “ jawab mereka serempak. Hal itulah yang selalu di tanamkan oleh guru wanita itu setiap kali ia akan mengajar. Menunggu anak didiknya di depan gerbang dan menyapanya. Hal biasa yang mungkin banyak terlewatkan. Dan hal itulah yang membuat kedekatan antara guru dan murid menjadi semakin erat.
Jam dinding menunjukkan pukul 07.00 W.I.B. Tanda masuk kelas. Bel baru saja berbunyi. Anak-anak berlarian masuk kelas masing-masing dan di susul oleh guru yang mengajar. Disiplin. Ya satu kata yang menunjukkan bahwa sekolah ini memang benar-benar disiplin dan tak ada jarak antara muid dan guru. Semua membantu dan dibantu. Dimana kesenjangan tak akan didapat di sekolah ini.
Ibu guru baru saja memasuki kelas Arin, gadis kecil yang berangkat sekolah bersama teman-temanya. Sebuah untaian salam telah keluar dari guru tersebut. Sebuah pelajaran baru untuk hari baru akan segera dimulai. Sekarang, anak-anak mulai berdiri mencari kelompoknya masing-masing untuk segeraa bergabung. Sepertinya tanpa diberi aba-aba oleh sang guru, sang anak mulai mengerti dan hafal dengan kebiasaan guru ini. Setelah itu sang guru mulai berjalan mengitari anak-anak tersebut dan meminta seorang anak laki-laki di samping kanan pintu masuk untuk menyiapkan berdo’a. Setelah berdo’a guru tersebut segera mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Sebuah cerita singkat yang dibawakan oleh guru tersebut mampu mengundang gelak tawa murid-murid. Inilah yang dulunya sosok guru terkenal dengan Mr/Mrs.Killer, saat ini tak ada lagi guru dengan sosok tersebut. Orang jawa bilang sosok guru adalah sosok yang bisa digugu lan ditiru, maksudnya sosok yang bisa dijadikan teladan untuk diikuti. Hal sesederhana apapun bila diniati dengan hai dan kemauan yang keras untuk berubah akan membuahkan hasil yang maksimal.
Gadis kecil yang sedari tadi tenggelam dalam cerita Bu Ratih sesekali membayangkan bahwa suatu saat nanti ia akan menjadi seorang guru juga. Ia membayangkan bila ia tengah dihadapkan oleh semua anak didiknya. Suatu profesi yang mulia untuk turut serta mncerdaskan anak bangsa.
“Sekarang, keluarkan buku tulis kalian dan mulai menuliskan cita-cita kalian. Kalian bisa menjadi seorang dokter, guru, pilot, polisi, tentara, bidan, terserah kalian. Kalian tulis apa yang ada dalam benak dan pikiran kalian.” ucap guru tersebut sambil mengawasi anak didiknya.
Sontak anak-anak mulai menuliskan cita-cita mereka dan satu persatu maju ke depan untuk membacakan cita-cita dan mimpi mereka. Berani. Satu kata yang harus digaris bawahi bahwa seorang anak juga harus diajari untuk berani agar mereka lebih bisa menata masa depan dengan baik.
Arin perlahan mengerti dengan keadaannya kini. Hidup bukan bagaimana mudahnya hidup, namun bagaimana sulitnya hidup. Ia menuliskan cita-citanya menjadi seorang guru yang kelak dapat menggantikan sosok Bu Ratih yang ia anggap malaikat penolongnya yang selama ini memberi motivasi untuk tetap ada dan bangkit. Arin mulai menyadari bagaimana pentingnya pendidikan untuk dirinya dan masa depannya.
Saat matahari mulai menjemput senja, di sanalah semua harapan-harapannya ia panjatkan untuk pemilik Agung hidpnya. Sebuah pengorbanan kecil. Ya. Dengan begitu ia akan merasakan bagaimana indahnya hidup. Bagaimana indahnya sekolah. Bagaimana cerianya bermain bersama teman-teman. Dan bagaiamana ia mensyukuri sebuah kehidupan.
“Jangan berhenti meraih mimpi walaupun sesulit apapun jalanmu. Karena mimpi tak akan didapat kalau tidak dicari dan digali dengan potensi dirimu.” kata Bu Ratih sambil mengakhri jam pelajarannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar