“Mimpi bukan suatu hal mustahil untuk terwujud. Hanya saja jika kau
terlalu banyak bermimpi namun kau tak berusaha akan hal mimpimu itu, kau bagai
mengukir di atas air. Sia-sia.”
Udara pagi menyambut ramah di sudut rumah kecil berdindingkan bambu
di seberang jalan utara perkampungan itu. Sederhana hanya itulah kesan pertama
untuk rumah itu. Seorang anak kecil seusia 9 tahun menenteng tas punggung dan
kemudian membungkuk sambil mengencangkan tali sepatunya barang kali sepatu usangnya
mulai rusak sehingga ia harus memastikan semuanya baik saat ia kenakan. Telah
ia mantabkan jiwa dan raganya untuk melaju bersama teman-temannya di sekolah
yang 3 tahun ini menjadi tempatnya menimba ilmu.
Tak terlihat sosok orangtua dalam rumah tersebut. Ia hanya berjalan
mengikuti teman-teman yang lain. Tak berapa lama kemudian telah sampailah ia di
depan gerbang sekolah. Seorang guru wanita yang kala itu mengenakan seragam cream
dan jilbab yang selaras dengan seragamnya menghampiri gadis kecil dan teman-temannya
itu.
“Selamat pagi, sudah siap untuk belajar?” katanya ramah sambil
memberi senyum untuk anak-anak itu.
“Sudah Bu, “ jawab mereka serempak. Hal itulah yang selalu di
tanamkan oleh guru wanita itu setiap kali ia akan mengajar. Menunggu anak didiknya
di depan gerbang dan menyapanya. Hal biasa yang mungkin banyak terlewatkan. Dan
hal itulah yang membuat kedekatan antara guru dan murid menjadi semakin erat.
Jam dinding menunjukkan pukul 07.00 W.I.B. Tanda masuk kelas. Bel
baru saja berbunyi. Anak-anak berlarian masuk kelas masing-masing dan di susul
oleh guru yang mengajar. Disiplin. Ya satu kata yang menunjukkan bahwa sekolah
ini memang benar-benar disiplin dan tak ada jarak antara muid dan guru. Semua
membantu dan dibantu. Dimana kesenjangan tak akan didapat di sekolah ini.
Ibu guru baru saja memasuki kelas Arin, gadis kecil yang berangkat
sekolah bersama teman-temanya. Sebuah untaian salam telah keluar dari guru
tersebut. Sebuah pelajaran baru untuk hari baru akan segera dimulai. Sekarang,
anak-anak mulai berdiri mencari kelompoknya masing-masing untuk segeraa
bergabung. Sepertinya tanpa diberi aba-aba oleh sang guru, sang anak mulai
mengerti dan hafal dengan kebiasaan guru ini. Setelah itu sang guru mulai
berjalan mengitari anak-anak tersebut dan meminta seorang anak laki-laki di
samping kanan pintu masuk untuk menyiapkan berdo’a. Setelah berdo’a guru
tersebut segera mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Sebuah cerita singkat yang dibawakan oleh guru tersebut mampu
mengundang gelak tawa murid-murid. Inilah yang dulunya sosok guru terkenal
dengan Mr/Mrs.Killer, saat ini tak ada lagi guru dengan sosok tersebut. Orang
jawa bilang sosok guru adalah sosok yang bisa digugu lan ditiru, maksudnya
sosok yang bisa dijadikan teladan untuk diikuti. Hal sesederhana apapun bila
diniati dengan hai dan kemauan yang keras untuk berubah akan membuahkan hasil
yang maksimal.
Gadis kecil yang sedari tadi tenggelam dalam cerita Bu Ratih
sesekali membayangkan bahwa suatu saat nanti ia akan menjadi seorang guru juga.
Ia membayangkan bila ia tengah dihadapkan oleh semua anak didiknya. Suatu
profesi yang mulia untuk turut serta mncerdaskan anak bangsa.
“Sekarang, keluarkan buku tulis kalian dan mulai menuliskan
cita-cita kalian. Kalian bisa menjadi seorang dokter, guru, pilot, polisi,
tentara, bidan, terserah kalian. Kalian tulis apa yang ada dalam benak dan
pikiran kalian.” ucap guru tersebut sambil mengawasi anak didiknya.
Sontak anak-anak mulai menuliskan cita-cita mereka dan satu persatu
maju ke depan untuk membacakan cita-cita dan mimpi mereka. Berani. Satu kata
yang harus digaris bawahi bahwa seorang anak juga harus diajari untuk berani
agar mereka lebih bisa menata masa depan dengan baik.
Arin perlahan mengerti dengan keadaannya kini. Hidup bukan
bagaimana mudahnya hidup, namun bagaimana sulitnya hidup. Ia menuliskan
cita-citanya menjadi seorang guru yang kelak dapat menggantikan sosok Bu Ratih
yang ia anggap malaikat penolongnya yang selama ini memberi motivasi untuk
tetap ada dan bangkit. Arin mulai menyadari bagaimana pentingnya pendidikan
untuk dirinya dan masa depannya.
Saat matahari mulai menjemput senja, di sanalah semua
harapan-harapannya ia panjatkan untuk pemilik Agung hidpnya. Sebuah pengorbanan
kecil. Ya. Dengan begitu ia akan merasakan bagaimana indahnya hidup. Bagaimana
indahnya sekolah. Bagaimana cerianya bermain bersama teman-teman. Dan
bagaiamana ia mensyukuri sebuah kehidupan.
“Jangan berhenti meraih mimpi walaupun sesulit apapun jalanmu.
Karena mimpi tak akan didapat kalau tidak dicari dan digali dengan potensi
dirimu.” kata Bu Ratih sambil mengakhri jam pelajarannya.