Selasa, 28 Januari 2014

DIA


Ketika Dia

36 bulan yang lalu dia datang menemuiku, diantara hiruk pikuknya dunia yang kejam menipuku. Dia begitu anggun dengan apa adanya dirinya. Dia tak pernah ingin menjadi orang lain. Dia sosok yang begitu tenang meski terkadang dadanya begitu sesak dengan masalah yang tiba-tiba hadir diantara gemelut bahagianya. Dia sosok yang sesekali manja namun menghangatkan. Dia tidak pernah marah meski terkadang pula dia merasa kecewa.Dia mencintai keindahan dan kedamaian. Dia bahagia ketika banyak orang yang mencintainya dan memperdk pernah pedulikannya. Dia tak pernah peduli dengan keadaan orang sekitar yang mencoba meruntuhkan jiwanya. Banyak orang yang mencari dan merindukan sosoknya. Dia selalu tenang, dan mencoba tetap tenang meski hatinya  bergumuruh kencang tatkala orang yang dia cinta dan kagumi memanggil namanya. Dia sosok yang pendiam namun mengagumkan. Tak jarang dia berdiam diri cukup lama sebelum akhirnya dia tertawa. Dia begitu hangat dengan kesendiriannya. Dia jarang lengah, matanya selalu menyorot setiap jengkal langkahnya.
24 bulan yang lalu, dia mulai menjadi sosok antagonis. Dia jarang tersenyum, bahkan sekedar menyapa. Entahlah banyak orang yang tak mengerti dengan keadaannya. Dia tiba-tiba menjadi sosok arogan dan menyebalkan. Hampir setiap yang dilakukan orang lain, dia mengkritik. Dia tak segan mencaci bahkan memarahi bila ia anggap itu salah. Dia tidak lagi tenang seperti dulu. Jiwanya berpacu dengan adrnalin yang semakin cepat,cepat dan cepat. Dia cukup lengah untuk ditipu. Raganya tak sekuat dulu. Dia mudah menangis, bak seorang wanita. Dia menjadi sosok pemarah lebih dari yang terkirakan. Dia tak ingin bangkit. Jiwanya semakin rapuh.
Beberapa hari yang lalu, dia datang lagi ditempat ini. Senyumnya merekah serasa manis. Dia memberi beberapa koin untuk tangan yang menengdah dibawah payung diantara hujan turun. Apa yang dia pikirkan mungkin tak sama dengan yang terpkirkan oleh orang-orang yang memikirkan dia. Dia menjadi sosoknya yang dulu sebelumnya pada akhirnya dia meninggalkan cintanya demi cita-citanya yang sempat pupus. Seberapa burukpun dia, dia tetap istimewa. Tak pernah lekang meski jiwanya hanyut dalam aliran-aliran cinta yang lain. Cintanya terhadap citanya lebih kuat mengalahkan segalanya. Ia lah dia, dia apa adanya.
AKU MENCINTAINYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar