Ketika Dia
36 bulan
yang lalu dia datang menemuiku, diantara hiruk pikuknya dunia yang kejam
menipuku. Dia begitu anggun dengan apa adanya dirinya. Dia tak pernah ingin
menjadi orang lain. Dia sosok yang begitu tenang meski terkadang dadanya begitu
sesak dengan masalah yang tiba-tiba hadir diantara gemelut bahagianya. Dia
sosok yang sesekali manja namun menghangatkan. Dia tidak pernah marah meski
terkadang pula dia merasa kecewa.Dia mencintai keindahan dan kedamaian. Dia
bahagia ketika banyak orang yang mencintainya dan memperdk pernah pedulikannya.
Dia tak pernah peduli dengan keadaan orang sekitar yang mencoba meruntuhkan
jiwanya. Banyak orang yang mencari dan merindukan sosoknya. Dia selalu tenang,
dan mencoba tetap tenang meski hatinya
bergumuruh kencang tatkala orang yang dia cinta dan kagumi memanggil
namanya. Dia sosok yang pendiam namun mengagumkan. Tak jarang dia berdiam diri
cukup lama sebelum akhirnya dia tertawa. Dia begitu hangat dengan kesendiriannya.
Dia jarang lengah, matanya selalu menyorot setiap jengkal langkahnya.
24
bulan yang lalu, dia mulai menjadi sosok antagonis. Dia jarang tersenyum,
bahkan sekedar menyapa. Entahlah banyak orang yang tak mengerti dengan keadaannya.
Dia tiba-tiba menjadi sosok arogan dan menyebalkan. Hampir setiap yang
dilakukan orang lain, dia mengkritik. Dia tak segan mencaci bahkan memarahi
bila ia anggap itu salah. Dia tidak lagi tenang seperti dulu. Jiwanya berpacu
dengan adrnalin yang semakin cepat,cepat dan cepat. Dia cukup lengah untuk
ditipu. Raganya tak sekuat dulu. Dia mudah menangis, bak seorang wanita. Dia
menjadi sosok pemarah lebih dari yang terkirakan. Dia tak ingin bangkit.
Jiwanya semakin rapuh.
Beberapa
hari yang lalu, dia datang lagi ditempat ini. Senyumnya merekah serasa manis.
Dia memberi beberapa koin untuk tangan yang menengdah dibawah payung diantara
hujan turun. Apa yang dia pikirkan mungkin tak sama dengan yang terpkirkan oleh
orang-orang yang memikirkan dia. Dia menjadi sosoknya yang dulu sebelumnya pada
akhirnya dia meninggalkan cintanya demi cita-citanya yang sempat pupus.
Seberapa burukpun dia, dia tetap istimewa. Tak pernah lekang meski jiwanya
hanyut dalam aliran-aliran cinta yang lain. Cintanya terhadap citanya lebih
kuat mengalahkan segalanya. Ia lah dia, dia apa adanya.
AKU
MENCINTAINYA.